Saturday, February 27, 2010

The Criminal Minds

Menonton Televisi adalah proses interaksi manusia dengan media yang paling intens, kadang kita mengabaikan betapa kuatnya reach TV tidak sekedar kuantitatif, namun sekaligus kualitatif. Nah yang juga luput dari perhatian kita adalah kenyataan bahwa konten media yang satu ini banyak yang negatif, juga ada beberapa yang baik, bahkan memiliki mixed impact.

Kalau belakangan saya asik meniti episode serial Criminal Minds tidak di TV, tapi di PC setelah mendownloadnya dari Torrent. Tak mengubah jejak media TV yang dulunya klasik kini berubah menjadi view through player atau tubing. Efeknya sama saja, saya terduduk diam, menyimak satu arah, dan jejaring synapsis saya tersambung secara kognitif dan emosional dengan alur kisah, latar musikal, mimik, dan suspense. Kebetulan serial Criminal Minds adalah media katarsistik saya karena acara menegangkan ini menarik saya keluar dari ketegangan lain yang sempat terjadi seharian setelah akumulasi stress menerobos macetnya jalan atau sekedar meniti angka angka di kantor.

Bedanya media baru yang memanfaatkan akses internet dan fungsi revolusional PC ini memiliki dampak sistemik. Lebih besar efeknya pada kita karena pertama dibanding TV, menoonton di PC bisa tanpa Jeda, dan sangat personal. Tak ada iklan yg berfungsi retreat itu, yang ada adalah deraan terus menerus dari konten yang kita sedang tonton. Tingkat konsumsi media pun bisa meningkat jauh, orang bisa menonton episode lebih banyak dan lebih komprehensif di PC ketimbang di TV.

Tak lagi ditemukan yang namanya batasan jadwal acara, tak ada lagi channel rights dan sensor, yang terjadi adalah kita memiliki kontrol sepenuhnya terhadap media yang bebas kontrol. Kondisi ini amat menguntungkan dalam memperkaya proses belajar namun membahayakan kita karena bisa merubah kita menjadi information junkies, bahkan zombi.

Serial Criminal Minds memang dahsyat, berbeda dengan CSI serial ini melihat kasus dari sisi pelakunya bukan obyek kriminalnya, profiling namanya. Kita bisa belajar betapa manusia adalah subyek dari kejadian, bukan sebaliknya. Nah yang buruk adalah penggambaran dan plotnya terkadang sangat gamblang, disturbing. Buat saya yang mencari ruang eskapisme kadang terkesan seru seiring menaiknya adrenalin karena ketegangan, namun apa dampaknya jika anak2 melihat darah dan berbagai simbolisasi kekejaman muncul di media ini.

Kontrol terhadap media agaknya masih make sense, bagaimana jika media itu internet? Saya percaya media bukanlah subyek, kitalah yang harus mengaturnya. Saya justru berterimakasih kalau negara membantu upaya ini, seperti yang saya alami di Qatar saya merasa terbantu karena negara telah memapas konten pornografi sehingga tak sulit menyatringnya untuk tidak dikonsumsi anak anak. Buah aksesibilitas informasi yang melimpah perlu diarahkan untuk kebaikan, semaksimal mungkin kita bisa.

No comments:

Post a Comment