Friday, April 30, 2010

Couch Potato

Hadirnya HTML.5 dan semakin kuatnya afinitas kearah pengadopsian Teknologi Broadband fase generasi terbaru seperti HSPA, LTE dan EVDO rev B, belum lagi masa depan TV digital dengan DVBT semakin memberikan angin konvergensi multimedia ke dalam Internet, belakangan Google pun akan masuk dengan akan dilaunchnya perangkat google tv, TV berbasis OS android yang memungkinkan interface internet dan multimedia diakses dengan format memirsa televisi menggunakan keyboard sambil menghenyakkan diri di sofa empuk.

Demikian juga dengan konten, kini berbagai inovasi model bisnis mutakhir pasca TV Terstrial dan TV Kabel mulai diperkenalkan. Setelah era youtube, belakangan konten mengalir ke konsumen diperantarai oleh channel online milik media moghul (hulu.com), juga format brick'n'click yang menggabungkan digital conviniency, dengan pola rental klasik seperti yang ditawarkan netflix. Bahkan konsol game pun seperti sony psp, Wii dan XBox pun sudah bermutasi tak sekedar menjadi sarana permainan, kini mereka pun masuk menjadi kanal distribusi konten entertainment.

Industri elektronika konsumsi bergerak menyajikan fitur yang fenomenal, LED 3D yang semakin lebar, semakin tipis dan makin real. Pun ESPN yang berencana menampilkan piala dunia dengan format 3D, youtube mulai menampilkan konten 3D High Definition. Belum lah lagi Ultra Thin Window Walls TV, yang akan sangat lebar sekaligus sangat terlihat nyata seperti melihat ke jendela rumah kita. Ditambah juga dengan disempurnakannya HD TV menjadi Ultra Definition TV berkemampuan zooming.

Jika ruang keluarga kita semakin nyaman, waktu orang menyaksikan TV masa datang equals to Menonton TV + Waktu Baca Koran + Waktu browsing Internet + Main Game dll , maka time spent untuk menonton TV akan bertambah, agaknya ada peluang Industri indonesia memanfaatkan laju perubahan ini . Opportunity justru ada di konten kreatif nya, karena konteks budaya, bahasa, selera, dan mimpi adalah diferensiasi utama, atau berpuaskah kita hanya bermain di suplai kudapan lezat pengganti popcorn atau sekedar di industri furnitur Sofa Ultra nyaman pesaing Lazy Boy ?.

Industri kreatif  berpeluang bergeliat kearah menjadi Tuan rumah yang ramah buat pasar domestik maupun regional. Saatnya sekarang

Thursday, April 29, 2010

Is the losing game

Before we agree on how to value it
just remember one way or another
that giving is the only thing that matter
we are fool if we just wait to be served by the other
since loosing what we bare truly to our lover

To you the three jewel of my heart
I bow and offer you my self
your cry will be the sword slashing
your smile is the ray lightning

Love you all from this night till morning
at every beat of my merry heart in waiting

.....................

Membaca Humam Membaca

Belakangan saya menyaksikan deminishing of  passion humam membaca, setelah sukses menarik perhatiannya ke lego blocks, beberapa simulator di PC, Wii, dan aktivitas fisik, Humam mulai mengalami penurunan minat 'aca uku' (kata ini di sebut humam sejak dia baru mulai bicara)

Agak sedih, namun peristiwa ini perlu disikapi dengan aksi progresif revolusioner. Jadilah saya bersiasat untuk merangsang tumbuhnya minat baca Humam lagi. Kali ini saya ajak dia melihat website nya Kidzania, berbagai aktivitas tersaji dalam pola role playing, Humam memilih Pilot, dan Pembalap (so obvious), keinginannya besar untuk ke sana. Nah lalu saya kasih challange, kalau Humam bisa baca buku minimal 3 buku sehari, ok lah kita ke Kidzania. Tentu buku buku yang relevan dengan pilihan perannya itu, kebetulan buku tentang pilot dan mobil balap kita punya. Oh ya biar tambah seru saya juga akan membaca ulang buku buku itu sebelum tidur malam harinya.

Walhasil beberapa hari sempat Humam semangat membaca buku, tapi belakangan kembalilah ia ke Habit yang sudah terbentuk. Terkadang sepulang kantor saya lupa mengajak dia membaca bersama, sehingga agak loose kontrak belajar kita itu.

Memang Habit, kalau di hapus huruf awal H nya masih ada a Bit, kalau a kecil itu di hapus juga masih tersisa Bit, kalau B nya di buang masih ada kata it.......wow butuh stamina untuk konsisten

Malam ini kita coba lagi ya nak'

Wednesday, April 21, 2010

Sejarah berulang-ulang

Tulisan kali ini saya klasifikasikan sebagai coretan tentang data telekomunikasi di Kampong Indonesia, beberapa informasi sudah tak mutakhir namun kenyataannya itulah realitas paling akhir data yang kita punya, dibuang sayang.

Misalnya saja ternyata Pemerintah bilang bahwa teledensitas seluler sudah 62% tahun 2008, sementara fixed wireless masih 10%, dan PSTN 4%. Tentu telekomunikasi agak kesulitan menjangkau populasi yang totalnya sudah 228 Juta. Kondisi bahwa blackout telekomunikasi mungkin saja dialami di daerah rural terutama masyarakat berpenghasilan kecil, ada 172 Juta populasi yang spendingnya dibawah 200k sebulan.

Program USO 'Desa Berdering' dan 'Internet Kecamatan' diarahkan untuk menggarap pasar yang commercially unjustified, sementara kompetisi akan semakin intens di kota besar, dan Cluster ekonomis lainnya.

Broadband yang belakangan masuk pasar Indonesia memiliki peluang untuk tumbuh lebih besar lagi, kini penetrasi BB masih rendah (dibawah 1%), room for growth yang amat luas untuk pengembangan layanan baik konten maupun aksesnya. Konsumsi bandwidth kini telah dominan dimanfaatkan untuk messaging, gaming, browsing dan akses social media; masih banyak wilayah lain yang belum tergarap seperti video, business,  education dan berbagai vertical apps maupun komunitas lainnya.

Ketersediaan akses akan semakin bervariasi dan meluas, berlimpahnya supply ini akan membuat siklus penurunan tarif pasca kompetisi (price war), kembali menguntungkan konsumen dan masyarakat luas. Dorongan akseptabilitas cohort; dimana generasi yang lebih muda memiliki affinitas konsumsi bandwidth yang lebih besar akan dirasakan pengaruhnya dalam peningkatan demand terhadap layanan maupun konten.

Skenario transisi fixed to seluler, kedepan akan berulang seketika Wireless Broadband menuai critical mass nya.

Thursday, April 15, 2010

Tea Party

Dalam tulisan ini saya akan membebaskan kata 'Tea Party' dari konteks sejarah dan politik nya, dan lebih memilih membahas Teh dari sudut pandang sebagai penikmatnya.

Orang asia seperti saya yang amat gemar teh mengalami dihidangkannya teh setiap pagi dan sore sejak kecil, teh hangat itu akan memulai sekaligus mengakhiri aktivitas kita seolah ritual yang khusyu. Bahkan kemudian ketika kuliah pun ibu kost saya yang amat baik, menjadikan teh tubruk pagi hari sebagai bagian dari layanan rumah kost sederhananya. Teah adalah bagian dari Budaya Asia. (Seorang kawan saya pernah agak takjub, hey man how come you drink tea after having your lunch and dinner....how does it taste ?)

Teh selalu mendampingi perjalanan hidup kita, bahkan di kantor pun dihidangkan teh dipagi hari. Bisa dibayangkan betapa setelah melalui kemacetan, mendadak lelah bertransformasi jadi kelegaan yang amat sangat ketika teh manis kental itu meniti jalan dari lidah ke tenggorokan, hangat menyapa tubuh, dan seolah jiwa yang terdera lelah disembuhkan, di tenangkan.

Aktivitas kita di kantor terkadang meluas ke ruang pertemuan, seminar, di restoran, lounge dan hotel. Disanalah derajat pilihan teh saya mulai agak meningkat dan diperkaya dengan mulai diperkenalkannya Dilmah, Twinnings, dan Lipton. Menambah pengalaman setelah Teh Tjap Dua Tang, Teh Gopek, dan tentu saja Teh Botol yang fenomenal.

Berbagai jenis Teh yang saya coba seolah membawa saya mengembara, Maroccan Mint pertama saya beli ketika berkelana ke Negeri pulau Singapura, hingga 30% volume koper saya penuhi dengan sampling Teh ini. Sementara perjumpaan romantic dengan Earl Grey Tea justru terjadi di Holiday Inn Bandung, dimasa awal meniti karier, seketika ber honeymoon dengan istri. Lalu tibalah  eksotisme rasa Camomile saya rasakan sensasinya justru ditengah coffee break sebuah seminar di Kantor.

Perjalanan ke negri dongeng pun mengajarkan saya tetang ilmu baru adanya teh bersusu yang dinamai indian chai tea, Teh berdaun campuran dengan label infussion tea, juga yang ber kantung sutra di impor dari USA berjudul The Mighty Leaf Tea. Pengalaman saya serasa lengkap ketika Teh Arabia yang thick di gelas kecil bertabur daun mint sudah saya rasakan, lagi, dan lagi.

Belakangan setelah pulang kampung (Meski saya membawa serta berkardus Teh pulang), saya menikmati Tong Tji dan Teh Gopek kembali. Jejak-jejak Teh pun mengingatkan saya betapa hidup amat berwarna dan layak untuk dinikmati.

Thursday, April 8, 2010

econoptimistology

Hari ini saya hadir di dua forum yang agak mencerahkan. Forum pertama diadakan oleh salah satu komunitas ICT terbesar di Indonesia, di sesi pertama acara tersebut setelah serangkaian sambutan dan ramah tamah (atau remeh temeh ?) Pembicara yang tampil adalah seorang ekonom.

Dalam thesisnya ekonomi indonesia yang sudah mentereng tahun lalu, akan tambah kinclong dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi mencapai 5.8% dan penguatan rupiah hingga semakin mendekati bahkan dibawah 9k. Obyektifikasi dari pendapat pede tersebut adalah teridentifikasinya beberapa faktor resiko yang potensial muncul, diantaranya masih ada kemungkinan mini crisis yang konon bakal dialami negera negara dengan exposure hutang yang jauh lebih besar dari kita, dan kedua faktor CAFTA alias Perdagangan bebas dengan Tiongkok. Kabar baik yang saya catat adalah konsumsi masyarakat akan menguat, impor akan diuntungkan oleh penguatan rupiah dan CAFTA, daya beli akan meningkat seiring perbaikan di beberapa sektor ekonomi.

Pindah ke acara yang lain yang mengantarkan diterbitkannya White paper ttg Indonesia oleh worldbank, nuansa optimisme yang sama juga diulang bagaikan koor, "Indonesias economy has continued to do well." , tapi inflasi  bakal juga naik, konon namanya demand pull inflation (Bilangnya sih good problem...tapi good buat siapa ?). Berita sedih berikutnya ialah lending rate yang kemungkinan susah untuk turun karena faktor risk yang masih tinggi sehingga perbankan tetap cari rute aman.


to be continued

Sunday, April 4, 2010

Universitas Berbuka

Serasa mimipi bisa ikut menyimak kuliah di Yale, Princeton, MIT atau beberapa kampus dahsyat yang lain. Uniknya semakin banyak saja complete set dari mata kuliah yang di online kan sekaligus di free kan, lengkap dengan bundel lecture notes, slide presentasi, bahkan soal soal ujiannya sekalian.Bahan kuliah dunia maya ini melengkapi kesuksesan media tutorial online seperti Lynda.com.yang sudah lebih dulu menarik perhatian kita karena eksis dan membuktikan bahwa belajar online adalah suatu hal yang mungkin.

Ikuti saja kuliahnya Prof Shiller yang 'amat mahal' itu, di Yale kiprahnya sudah demikian ngetop sejak beliau menerbitkan buku irrational exuberance yang menggarisbawahi quotation populer Greenspan. Buku yang meretrospeksi dunia investasi pasar modal ini menarik perhatian karena seolah tampil sebagai kitab ramalan ilmiah beserta panduan yang terbukti ampuh digauli para pelaku bisnis.

Kali ini kita dimanjakan seolah duduk di baris terdepan ruang kuliah E-252b nya Prof Shiller, dan bisa mendengar suara guratan kapur di blackboardnya disamping mendapat beragam insight yang seolah terdengar sederhana namun memudahkan kita mencerna, bahkan bagi seorang awam seperti saya sekalipun. Masih terbayang ketika dulu mampir duduk di ruang kuliah Pak Jatun (Sejarah Pemikiran Ekonomi) di FE UI, mirip sekali, seorang Profesor yang pengetahuannya luas multidisipliner sekaligus mendalam dibidangnya membuat kita serasa ikut ter-resonansi plus termotivasi aura intelektual mereka.

Sejak pertemuan pertama kuliah online ini kita menyaksikan betapa komprehensifnya materi yang disajikan, tambah seru lagi ketika bisa mendownload 90% buku kuliah yang canggih dan terbaru, namun harap dimaklumi semua didapat dengan pakem copy left ;). Kitapun bisa mencoba belajar membandingkan dengan kuliah kuliah sejenis dari kampus global lainnya.

Saya berencana mengirim pertanyaan  via email dan menantikan apakah beliau akan menjawabnya. Sebab jika sang Profesor rendah hati ini mereply email saya maka lengkaplah sudah bahwa betapa mimpi kuliah online adalah realitas. Karena satu satunya keraguan mengenai prospek belajar online adalah kerelaan untuk berinteraksi, bertanya jawab yang seolah tak tergantikan dengan unteraksi didunia maya. Bisa jadi kedepan tanya jawab itu berlangsung di chatroom, atau menggunakan aplikasi model google wave.

Betapa zaman anak anak kita nanti akan sangat dimudahkan dengan berlimpahnya informasi dan materi edukasi online, suatu saat ketika bandwidth memungkinkan akses full multimedia maka mimpi bapaknya untuk ngintip ivy league bisa lebih mudah, dan mudah mudahan lebih murah buat mereka.

Intelligence aint no espionage

Dalam pasar yang kompetitif tidak cukup organisasi pemasaran bergerak melaju sendiri seolah berada dalam ruang hampa, perlu kesadaran kompetitif dan pengetahuan yang cukup untuk menghindari kejutan yang tak perlu. Terlebih dalam konteks hyper competition yang diwarnai dengan derasnya distorsi informasi. Demikian maka kebutuhan akan eksistensi fungsi intelijen pemasaran yang cakap di butuhkan.

SCIP (Society of Competitive Intelligence Profesionals) memperkenalkan konsep self diagnostic untuk menelisik sejauh mana sebuah organisasi sudah memiliki pasukan telik sandi yang cakap. Dalam proses evaluasi ini tahap evolusi perkembangan kecakapan intelijen dibagi kedalam empat maqamat. Pertama adalah Stick Fetching, seperti arti harfiahnya tim intelijen hijau di ibaratkan selayaknya anjing jinak yang akan mengejar kayu yang dilemparkan oleh tuannya sang jajaran Manajemen. Ditahap primitif ini tak ada konsepsi yang baku, tim CI akan bergerak dalam perilaku fire fighting, mencari data dan informasi sesuai pesanan, alias Ad-Hoc. Tak ada keterkaitan emosional dengan manajemen, fungsi CI di level ini hanyalah pelengkap penderita unit lain.

Sementara di maqomat kedua, dikenal sebagai Pilot, ketika Tim CI sudah mulai menggerakkan organisasinya dalam track yang terencana dan sistematik. JIkalau di level dasar data collection lebih kepada Ad Hoc Desk Top Research plus media content analysis, di tahap Pilot maka Data Collection sudah lebih bervariasi, dan agak sedikit ilmiah misalnya menggunakan metode sampling, bahkan menerapkan KIT (Key Intelligence Topics), namun masih terbatas pada follow up momentum mirip Pearl Harbor, misalnya seketika mendapati hantaman keras kompetitor, maka lahirlah mitigasi yang berkelanjutan dan sistematik. Dalam level ini Tim sudah bisa mendeliver routine report dan analytics, beserta rekomendasi rekomendasi yang lebih terstruktur.

Level ketiga yang lebih Advanced adalah level Proficient, yaitu CI yang sudah trampil memadu padankan sumber informasi baik desk research, field research, analysis report, bahkan tracking, home grown war gaming dan lainnya. Dalam konteks ini KIT sudah tak sekedar dibuat secara reaktif, namun lebih mapan dalam format KIT Based Plan, dimana diadakan fact finding ke manajemen tentang Key Initiative apa dan Risk apa yang diidentifikasi dibutuhkan untuk ditindaklanjuti.

KIT Based Plan pada Intinya akan mengcover setidaknya tiga issue, pertama adalah Strategic Plan Support, kedua adalah Early Warning (read Ben Gillad on this topics), dan terakhir adalah Key Player Tracking (5 Forces Model Deep Diving).  Nah di tahap Proficient ini bertemulah harapan manajemen dengan deliverable nya CI Team, bahkan CI sudah embedded dalam key business process serta follow through process.

Nah puncak dari level CI sesuai SCIP diagnostic adalah level World Class, nah yang ini saya lihat sangat fasih dimainkan oleh Vodafone, dan beberapa World Class Company yang saya masih mempelajarinya. Satu kalimat yang amat menjelaskan tahap superfisial ini adalah ditemukannya keyakinan bahwa setiap keputusan penting tak layak diambil tanpa adanya informasi intelijen yang cukup dan reliable.

Demikian maka intelijen amat berbeda dengan mitos industrial espionage yang sarat dengan kisah penyadapan, pencurian informasi, covert ops, mule, dumpster diving dan polah layaknya james bond korporasi. CI bagi saya adalah another art of thinking and delivering insight.

Saturday, April 3, 2010

ingat ingat lagi

Sudah lama lupa perlu diingat-ingat lagi. Setelah produk terdahulu mendapatkan pesanan dan siap diproduksi belakangan dapat ide lagi mengembangkan komoditas untuk masuk untapped market, namun masuk tidak dengan mengapalkan komoditas, ada keinginan untuk mengembangkan kapasitas pemasaran dan produksi, memberi sentuhan untuk menambah value.

Pertama kali dengar betapa rendahnya derajat komoditas justru ketika mengikuti sebuah seminar pemasaran, ya pemasaran jadi alat value addition, nah setelah komoditasnya saya tahu sayapun akan melakukan sampling dan test; pertama adalah test penggunaan menjadi konsumen yang mengkonsumsi produk itu, mempelajari kualitas dan sourcingnya, sambil melihat aktivitas produksi yang relevan.

Saya selanjutnya berencana mau menangkap nilai nilai apa yang dirasakan sebagai benefit yang unik dirasakan oleh konsumen, tentu saya tak memiliki sensitifitas itu karena saya bukanlah konsumen tradisional dari komoditas ini. Saya harus mengajak beberpa responden saya untuk melakukan test and response.

Selanjutnya saya ingin menerjemahkan inspirasi nilai nilai itu menjadi atribut brand, saya akan mengembangkan merek, kemasan, dan berbagai aspek komunikasi untuk memperkuat appearance dari produk ini. Disamping itu sebelumnya saya ingin mendefinisikan dulu strategi pricing, dan berbagai aspek marketing lainnya.

Adakah yang terlewat? , oh ya saya akan melakukan survey online, karena pasar saya nun jauh disana tentu http://www.surveymonkey.com/ adalah pilihan paling efisien, karena belum pernah mencobanya tentu efektifitas menjadi pertanyaan besar. Hasil survey ini saya akan manfaatkan untuk memperbaiki hipotesis strategi pemasaran yang sudah lebih dulu dibuat.

Ups satu hal lagi yang saya lupa , financial plan harus dibuat diawal; dan disempurnakan seiring pengembangan produk, dan aktivitas perencanaan pemasaran saya lakukan.

sudahlah, saya mulai saja dengan Bismillah....................

Simak

Agak terkejut membaca statement salah seorang pengelola perpustakaan nasional, konon Indonesia No.1 pengakses terbesar situs book.google.com se asia pasifik, unik karena biasanya berita yang muncul banyak menyitir betapa besarnya jumlah pengakses situs pornografi di negri ini. Pertanyaan yang muncul, bagaimana sesungguhnya pola media consumption orang Indonesia dilihat dari perspektif learning style? dan bagaimana pola interaksi dengan media itu mempengaruhi perilaku belajar, perkembangan pemikiran, bahkan aktualisasinya ?

Salah satu learning model yang sering dikutip khalayak adalah Flemming VARK models, yang juga dikenal sebagai (early) Neuro Linguistic Programming, teori ini membagi gaya belajar dalam 4 pola:

  1. Visual: preferensi belajar dengan melihat gambar, presentasi, video, dll
  2. Auditory: mendengar command, audiobook, kuliah, diskusi, dll
  3. Reading & Writing
  4. Kinesthetic: pengalaman fisikal, menyentuh, bergerak, meniru, aktif eksplorasi

Dalam case mengajarkan humam mungkin saya akan gunakan semua cara diatas, namun bahasan topik tulisan ini mencoba melihat sebenarnya bagaimanakah pola interaksi antara konsumen media indonesia dengan medium nya itu. Hints pertama adalah betapa media TV sedemikan kuat menjangkau audiens; Saya kutip dari Asiamediajournal:

“TV is a notable beneficiary in markets such as the Philippines, Malaysia, Indonesia and Vietnam. Key drivers include exposure to key events, such as elections and World Cup football, but also growing economic dynamism, fueled by domestic demand".

Uniknya gejala tingginya konsumsi media audiovisual terestrial ini juga terjadi pada media audio visual internet. Meski dibawah akses Situs Jejaring sosial, blog dan mesin pencari, akses ke youtube adalah nomer 5 terbesar tujuan akses internet dari Indonesia.
 
Saya menduga masyarakat Indonesia kebanyakan lebih Visual-Auditory ketimbang Readers bahkan kinestetik; penyebab pertama adalah institusi pendidikan yang membentuk kita untuk lebih melihat dan mendengar, ketimbang membaca, menulis, dan mengalami.
 
Kedua adalah faktor deraan media, memang belakangan buku dan dunia pustaka tumbuh demikian pesat, namun waktu yang kita habiskan untuk menonton TV umumnya jauh lebih banyak dari waktu yg dipakai untuk membaca. Masyarakat memberikan insentif kepada industry televisi berupa viewership yang begitu besar, Jangkaun televisi yang meluas, konten yang tumbuh dan makin melimpah ruah, alternatif channel yang banyak, bahkan peristiwa demi peristiwa membawa orang semakin merasa hidup ketika menyaksikan Televisi.
 
Hadirnya internet yang diawal lebih menyajikan konten berupa tulisan, belakangan bergeser menjadi media audio visual dengan pertumbuhan kecepatan prosesor dan menggelembungnya Bandwidth. Bahkan roadmap inovasi di Telekomunikasi justru berujung pada kemampuan teknologi mendekati positioning multimedia, dan konvergensi.
 
Perilaku belajar pun semakin bergerak ke ranah audio visual, di kelas sang murid harus berhadapan dengan guru yang menuliskan instruksi dan konten di whiteboard (atau papan tulis di era saya), belakangan beberapa sekolah dan kampus sudah melengkapi fasilitas belajar dengan power point over head projector, bahkam multi media theater.
 
Di internet sudah semakin banyak di upload kuliah kuliah online, lalu industri distance learning menjadi menjamur, lynda.com merupakan benchmark monumental dari pencapaian multimedia learning.
 
Kedepan kehadiran HSPA+, LTE, WiMAX, EVDO rev B ditambah teknologi Produksi konten, Model Bisnis dan Promosi Komersial Web 2.0 akan menjadi wahana yang kondusif sekaligus memanjakan masyarakat untuk mengkonsumsi media tak hanya sebagai wahana hiburan, namun sekaligus media pemberdaya.

Thursday, April 1, 2010

The Biology of Startups

There is always hurt in natural birth process, I myself expirienced it twice when my wife delieverd both of my babies. Screaming, yelling, throwing, grabbing....just name it, Those blackened freudian moment, gloomy, dark, and heartponding. After the birth process there was a raylight shining and smile in everyone face while the baby screamed, life has rejuvenated so it is obvious that we being engaged in such celebration.

Thats also happened in the way of delivering small business start ups, we are so prepared but not entirely ready, so much surprise, so complicated. Believe me the energy drained is like daily brunch. The business is like a baby with such big man appetite, there is more than diapers needed , he also eat stuff more even than us the founders.

But there are positive things came up when we jump in such turbulence of growth rally, we are so stimulated with survivability, we are so 'man'. Its kind of steroid with out doctors bills ya knaw what i mean....


we never know tomorrow before we seize the day !