Sunday, April 4, 2010

Intelligence aint no espionage

Dalam pasar yang kompetitif tidak cukup organisasi pemasaran bergerak melaju sendiri seolah berada dalam ruang hampa, perlu kesadaran kompetitif dan pengetahuan yang cukup untuk menghindari kejutan yang tak perlu. Terlebih dalam konteks hyper competition yang diwarnai dengan derasnya distorsi informasi. Demikian maka kebutuhan akan eksistensi fungsi intelijen pemasaran yang cakap di butuhkan.

SCIP (Society of Competitive Intelligence Profesionals) memperkenalkan konsep self diagnostic untuk menelisik sejauh mana sebuah organisasi sudah memiliki pasukan telik sandi yang cakap. Dalam proses evaluasi ini tahap evolusi perkembangan kecakapan intelijen dibagi kedalam empat maqamat. Pertama adalah Stick Fetching, seperti arti harfiahnya tim intelijen hijau di ibaratkan selayaknya anjing jinak yang akan mengejar kayu yang dilemparkan oleh tuannya sang jajaran Manajemen. Ditahap primitif ini tak ada konsepsi yang baku, tim CI akan bergerak dalam perilaku fire fighting, mencari data dan informasi sesuai pesanan, alias Ad-Hoc. Tak ada keterkaitan emosional dengan manajemen, fungsi CI di level ini hanyalah pelengkap penderita unit lain.

Sementara di maqomat kedua, dikenal sebagai Pilot, ketika Tim CI sudah mulai menggerakkan organisasinya dalam track yang terencana dan sistematik. JIkalau di level dasar data collection lebih kepada Ad Hoc Desk Top Research plus media content analysis, di tahap Pilot maka Data Collection sudah lebih bervariasi, dan agak sedikit ilmiah misalnya menggunakan metode sampling, bahkan menerapkan KIT (Key Intelligence Topics), namun masih terbatas pada follow up momentum mirip Pearl Harbor, misalnya seketika mendapati hantaman keras kompetitor, maka lahirlah mitigasi yang berkelanjutan dan sistematik. Dalam level ini Tim sudah bisa mendeliver routine report dan analytics, beserta rekomendasi rekomendasi yang lebih terstruktur.

Level ketiga yang lebih Advanced adalah level Proficient, yaitu CI yang sudah trampil memadu padankan sumber informasi baik desk research, field research, analysis report, bahkan tracking, home grown war gaming dan lainnya. Dalam konteks ini KIT sudah tak sekedar dibuat secara reaktif, namun lebih mapan dalam format KIT Based Plan, dimana diadakan fact finding ke manajemen tentang Key Initiative apa dan Risk apa yang diidentifikasi dibutuhkan untuk ditindaklanjuti.

KIT Based Plan pada Intinya akan mengcover setidaknya tiga issue, pertama adalah Strategic Plan Support, kedua adalah Early Warning (read Ben Gillad on this topics), dan terakhir adalah Key Player Tracking (5 Forces Model Deep Diving).  Nah di tahap Proficient ini bertemulah harapan manajemen dengan deliverable nya CI Team, bahkan CI sudah embedded dalam key business process serta follow through process.

Nah puncak dari level CI sesuai SCIP diagnostic adalah level World Class, nah yang ini saya lihat sangat fasih dimainkan oleh Vodafone, dan beberapa World Class Company yang saya masih mempelajarinya. Satu kalimat yang amat menjelaskan tahap superfisial ini adalah ditemukannya keyakinan bahwa setiap keputusan penting tak layak diambil tanpa adanya informasi intelijen yang cukup dan reliable.

Demikian maka intelijen amat berbeda dengan mitos industrial espionage yang sarat dengan kisah penyadapan, pencurian informasi, covert ops, mule, dumpster diving dan polah layaknya james bond korporasi. CI bagi saya adalah another art of thinking and delivering insight.

No comments:

Post a Comment